Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (bagian 2)

Sebenarnya cukuplah bagi seorang hamba mengetahui bahwa Allah memerintahkan untuk berpuasa itu menjadikan keutamaan yang besar yang akan diraihnya dengan menjalankan perintah itu. Karena dia menyadari bahwa Allah yang maha penyayang pasti tidak menginginkan untuk mencelakakan hamba. Sehingga apa yang diperintahkan-Nya pasti mengandung kebaikan meskipun dia belum mengetahuinya. Meskipun demikian, tidak ada salahnya kita mengetahui hikmah-hikmah di balik ibadah selama kita tidak menjadikannya sebagai syarat untuk beramal. Semoga dengan mengetahui hikmahnya keyakinan dan keimanan kita bertambah.

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (bagian 2), Lintas Ramadhan Islam

Syaikh Abdullah Ali Bassaam hafizhahulloh menyebutkan beberapa hikmah yang tersimpan di balik pensyari'atan puasa, diantaranya yaitu:

1. Puasa termasuk ibadah dan ketundukan kepada Allah, sehingga puasa itu menjadikan orang yang berpuasa hanya mengahadapkan dirinya kepada Allah, tunduk dan khusyuk di hadapan-Nya tatkala dia harus menolak kekuasaan syahwat.

2. Bersatunya ummat dalam menjalankan satu ibadah dalam satu waktu dan menempa kesabaran mereka semua baik orang-orang yang kuat maupun lemah, terpandang maupun tidak, kaya maupun miskin guna bersama-sama menanggung kewajiban ini yang akan membuahkan keterikatan hati dan ruh mereka serta bersatunya kalimat mereka. Puasa juga menjadi sebab terjalinnya kasih sayang antara ummat ini satu sama lain. Sehingga orang yang kaya turut merasakan lapar dan dahaga yang dialami saudaranya yang tidak berada.

3. Puasa melatih kesabaran, mengokohkan tekad dan kemauan, menempa jiwa dalam menghadapi kesulitan yang ditemui, menundukkannya dan membuatnya menjadi terasa ringan (lihat Taisirul 'Allaam juz I hal. 351-352).

Hikmah Diwajibkannya Puasa
Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Hikmah diwajibkannya puasa terhadap ummat ini telah diterangkan oleh Allah Subhanahu wa Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya (yang artinya),

"Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana telah diwajibkan pula kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa". (QS. Al-Baqarah:183).

Kata la'alla (agar) di sini berfungsi untuk menunjukkan alasan, artinya supaya kalian bertaqwa kepada Allah, sehingga engkau pun meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan engkau menegakkan apa yang diwajibkan oleh Allah. Dalam kitab shahih Nabi pernah bersabda,

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, berbuat dengannya dan juga tindakan bodoh maka Allah tidak membutuhkan perbuatannya meninggalkan makan dan minumnya". (Hadits riwayat Al Bukhori).

Maksudnya Allah tidaklah menghendaki kita sekedar meninggalkan makanan dan minuman, sesungguhnya Allah menghendaki dari kita agar meninggalkan perkataan dusta, berbuat dengannya atau bertindak bodoh. Oleh karena itulah bagi orang yang berpuasa apabila ada orang yang mencacinya ketika dia dalam keadaan puasa maka disunnahkan baginya untuk mengatakan: 'Sesungguhnya aku sedang puasa, dan tidak membalas kejelekan itu', karena seandainya dibalasnya niscaya orang yang mencacinya akan balik melawan, kemudian diapun kembali melawan lagi untuk yang kedua kalinya sehingga yang dicacipun membantah yang mencaci demikian seterusnya sehingga menimbulkan seluruh waktu puasanya berubah menjadi dipenuhi dengan cacian dan perseteruan. Akan tetapi jika dia justeru berkata, 'Sesungguhnya aku sedang puasa' itu artinya dia memberitahu kepada orang yang mencela atau memusuhinya bahwa sesungguhnya bukan berarti dia tidak mampu membalasnya, tetapi yang menahannya dari membalas adalah karena dia sedang puasa dan ketika itu orang yang mencaci akan menahan diri dan malu serta tidak jadi meneruskan cacian dan perseteruan". (Tsamaniyatu Wa Arba'uuna Su'aalan Fish Shiyaam hal. 11).

Keutamaan Puasa

1. Diampuni dosanya yang telah lalu
Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab niscaya dosanya yang telah berlalu akan diampuni". (Muttafaq 'alaih).

Al Hafizh Ibnu Hajar menerangkan bahwa yang dimaksud karena iman (di dalam hadits ini) adalah meyakini kebenaran kewajiban puasanya, sedangkan yang dimaksud dengan ihtisab adalah demi mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala (lihat Fathul Baari cet. Daarul Hadits Juz IV hal. 136). Dengan syarat dosa-dosa besar dijauhi, sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Shalat lima waktu yang satu dengan lainnya, ibadah Jum'ah menuju Jum'ah yang lain, Ramadhan menuju Ramadhan sesudahnya, menjadi penghapus dosa-dosa selama dosa-dosa besar dijauhi". (HR. Muslim)

2. Balasan istimewa bagi puasa

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda, "Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Semua amal anak Adam adalah baginya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya". (Muttafaq 'alaih). Al Imam An Nawawi menerangkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, "dan Aku sendiri yang akan membalasnya". Ini menjelaskan betapa besar keutamaannya dan amat banyak pahalanya (lihat Syarah Shahih Muslim jilid IV cet. Daar Ibnu Haitsam hal. 482).

3. Puasa adalah perisai

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda, "Puasa adalah perisai, apabila kamu sedang puasa janganlah berkata jorok, janganlah berteriak-teriak dan janganlah berbuat bodoh. Apabila ada seseorang yang mencacinya atau memeranginya maka katakanlah 'Sesungguhnya aku sedang puasa' sebanyak dua kali". (Muttafaq 'alaih). Syaikh Al 'Utsaimin menerangkan makna puasa adalah perisai yaitu : sebagai tameng dan penghalang yang menjaga orang yang berpuasa dari melakukan perbuatan yang sia-sia dan berkata jorok… dan puasa juga melindunginya dari siksa neraka, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir radhiyallahu 'anhu dengan sanad hasan bahwa Nabi bersabda, "Puasa adalah perisai yang digunakan hamba untuk melindungi dirinya dari neraka". (lihat Majaalis Syahri Ramadhan cet Daarul 'Aqidah hal. 12).

4. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum daripada kasturi


Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

"Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya sungguh bau mulut orang yang sedang puasa itu lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat daripada bau minyak kasturi". (Muttafaq 'alaih).

Syaikh Al 'Utsaimin menerangkan, "Harumnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah melebihi harumnya minyak kasturi karena ia timbul dari pengaruh puasa, sehingga baunya harum di sisi Allah  dan dicintai-Nya, ini adalah dalil yang menunjukkan agungnya kedudukan puasa di sisi Allah sampai-sampai sesuatu yang tidak disenangi dan dirasa kotor di sisi manusia menjadi sesuatu yang dicintai di sisi Allah serta berbau harum karena ia muncul dari ketaatannya dengan menjalankan puasa". (lihat Majaalis Syahri Ramadhan cet Daarul 'Aqidah hal. 12).

5. Pintu khusus di surga bagi orang yang berpuasa

Dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu beliau berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar Royyaan, pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa masuk melalui pintu itu, tidak seorangpun yang masuk selain mereka. Apabila mereka telah masuk maka pintu itu ditutup dan tidak ada lagi orang yang masuk melewatinya". (Muttafaq 'alaih)

6. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan


Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda, "Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan yang dia bergembira dengannya: ketika berbuka dia bergembira dengan bukanya dan ketika berjumpa Robbnya dia bergembira dengan puasanya". (Muttafaq 'alaih)

simak artikel selanjutnya Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (bagian 3)

Comments

Popular posts from this blog

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (bagian 5)

Hikmah di Balik Puasa Ramadhan

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridha Illahi (bagian 3)